Rabu, 16 Juni 2010
5 alasan menghambat olahraga
KOMPAS.com - Apa resolusi Anda tahun ini? Saat sedang "diramu", semua resolusi terdengar begitu indah di benak kita. Sampai satu-dua minggu pertama di bulan Januari, semangat masih menyala-nyala. Masuk bulan keenam? Masih bagus kalau kita masih ingat apa resolusi yang terlanjur dicanangkan itu. Karena pada saat itu, semua sudah lenyap. Baru muncul lagi menjelang akhir tahun. Ditambah bonus rasa bersalah.
Mulai berolahraga, mungkin salah satu janji Anda yang belum terealisasikan hingga bulan Juni ini. Apa yang menyebabkan hingga niat olahraga hanya berlangsung sebulan di awal tahun?
"Saya tak punya waktu!" Waktu tak pernah boleh jadi alasan. Mulailah dengan jadwal latihan yang singkat. Lalu, tambah porsinya sedikit demi sedikit. Hasil studi di tahun 2005 yang dilakukan oleh National Institute of Health menganjurkan kita latihan yang singkat tapi sering (10 menit per sesi, empat kali sehari). Manfaatnya sama dengan porsi latihan sebanyak 40 menit per sesi, setiap hari.
Jadi, jangan pura-pura lupa olahraga. Karena aktivitas ini bisa membantu menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah. Juga, memangkas risiko diabetes dan mengendalikan laju berat badan. Cukup dengan berjalan cepat di saat ada sedikit waktu luang, demikian kata Rod K. Dishman, PhD, seorang exercise psychologist di University of Georgia.
"Saat mau latihan, selalu ada saja halangannya." Dalih selalu bisa dibuat. Itu sebabnya kita butuh rencana pengganti. Sehingga, tingkat kepatuhan kita pada jadwal olahraga bisa meningkat hingga 20 persen. Siapkan DVD olahraga di rumah sebagai antisipasi turunnya hujan saat mau jalan kaki di luar. Simpan sepasang dumbbell atau resistance band di laci kantor.
Selain itu, variasikan rutinitas olahraga. Menurut penelitian, 66 persen orang yang berolahraga solo (misalnya berlari atau bersepeda) dan mengikuti kelas bersama (tai chi atau Pilates) cenderung rajin berolahraga setidaknya selama 6 bulan. Mereka yang hanya memilih kelas atau berolahraga solo, hanya 39 persen yang bertahan.
"Habis olahraga, keringat membanjir." Ada banyak hal yang menyebabkan keringat keluar berlebihan saat berolahraga. "Udara yang panas, intensitas latihan yang tinggi, atau status hidrasi yang baik bisa jadi penyebabnya. Bisa juga penggunaan fat burner, seperti teh hijau atau kopi. Selama tidak terlalu mengganggu, tidak masalah," kata Dr Phaidon L Toruan dari Jakarta Anti Aging Center dan penulis Performance Nutrition.
Hal lain yang perlu dicermati adalah bila kondisi ini terjadi saat kita melakukan olahraga dalam keadaan tubuh tidak sehat. "Jika sedang sakit, lebih baik tidak berolahraga," saran Dr Phaidon.
"Olahraga? Bosan!" Bisa jadi, ini karena pola latihan yang belum sesuai dengan karakter diri. Studi di University of Florida menemukan, keselarasan antara aktivitas dan temperamen bisa meningkatkan kegembiraan berolahraga. Jika termasuk orang yang ekstrovert, penelitian menganjurkan menjalani olahraga berintensitas tinggi. Lebih baik lagi jika ada sentuhan musik, seperti dalam kelas aerobik.
Untuk mereka yang sangat peka akan lingkungan sekitar dan mudah gugup, coba aktivitas olahraga solo di dalam ruangan. Misalnya, berlari di treadmill. Termasuk orang yang gemar akan berbagai hal baru? Coba kelas martial arts atau kelas dansa. Sehingga setiap latihan kita bisa mempelajari berbagai gerakan baru. Dan, bagi mereka yang termasuk ambisius dan selalu punya target, lakukan olahraga berintensitas tinggi seperti lompat tali.
"Hasilnya tidak kunjung kelihatan. Saya jadi enggan latihan." Menurut Dr Phaidon, hasil cepat bisa didapat jika latihan kita merupakan kombinasi antara latihan beban dengan aktivitas aerobik. "Namun, kecepatan turunnya lemak masih bergantung pada komitmen, intensitas latihan, disiplin, serta teknik yang kita gunakan," lanjutnya.
Secara umum, semakin gemuk seseorang, semakin banyak lemak yang bisa dibakar. Karena persediaan lemak di tubuhnya memang lebih banyak. Itulah sebabnya, orang yang harus menurunkan sedikit beratnya justru akan mengalami perkembangan lebih lambat.
(Jessie Knadler/Irene J. Meiske/Prevention Indonesia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar