Definisi Ekonomi Islam/Syariah menurut beberapa Ekonom Islam
• Muhammad Abdul Mannan
"Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam".
• M.M Metwally
"Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari per4ilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al Quran,Hadits Nabi,Ijma dan Qiyas".
• Hasanuzzaman
"Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber daya material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan masyarakat".
Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem ekonomi Syariah menurut Islam
1. Tawhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT.
2. Khilafah, mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materiyang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya.
3. ‘Adalah, merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdayayang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need
fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).
Empat Ciri/Sifat Sistem Islam
1. Kesatuan (unity)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggungjawab (responsibility)
Kebangkitan Ekonomi Islam
• Kebangkitan ekonomi Islam pada awalnya dimotivasi oleh isu politik dan kultural dalam konteks melawan kolonialisme dan infiltrasi pemikiran Barat dalam masyarakat Islam di awal Abad ke-20.
Hasan Al Banna dengan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Abul A’la al Maududi dengan partai Jamiat Islami di India-Pakistan.
Abul A’la al Maududi menemukan dan mempopulerkan istilah “Ekonomi Islam” pada tahun 1940-an.
Ekonom-ekonom muslim mulai muncul pada era 1960-an, seperti Muhammad Baqir al-Sadr (Iqtishaduna, 1961), diikuti kemudian dengan ekonom berlatar belakang pendidikan ekonomi konvensional di era 1970-an seperti M. Nejatullah Siddiqi, Monzer Kahf, M. Umer Chapra, M. Fahim Khan, dll.
• Kajian ilmiah modern paling awal tentang dasar-dasar sistem ekonomi Islam, dilakukan di The First International Conference on Islamic Economics di Jeddah pada 1976
• Ekonomi Islam sendiri telah ada sejak Islam datang.
• Mengikuti Islahi (2004)[1], kita dapat membagi sejarah pemikiran ekonomi Islam ke dalam tiga periode terpenting, yaitu:
Fase pembentukan (11-100 H/632-718 M) yaitu pemikiran-pemikiran awal tentang ekonomi yang berbasis langsung dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Fase translasi (abad 2-5 H/abad 8-11 M) yaitu ketika ide-ide dari luar di terjemahkan ke dalam bahasa Arab dan ilmuwan Muslim mendapatkan manfaat dari karya-karya intelektual dan empiris dari negara-negara lain.
Fase re-translasi dan transmisi (abad 6-9 H/abad 12-15 M) yaitu ketika pemikiran-pemikiran Yunani dan Muslim-Arab masuk ke Eropa melalui penterjemahan dan jalur-jalur kontak lainnya.
• Setidaknya terdapat tiga kategori analisa ekonomi dalam tradisi Islam.
Norma dan nilai-nilai ideal ekonomi.
Aspek legal dan evaluasi isu-isu ekonomi.
Analisa dan aplikasi historis.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
• Ekonomi Islam berbasis pada paradigma dimana keadilan ekonomi-sosial menjadi tujuan utama[1]. Paradigma keadilan ini berakar pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan langit dan bumi untuk kepentingan seluruh umat manusia. Semua sumber daya ekonomi pada hakikatnya adalah titipan dari Sang Pencipta yang penggunaannya harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
• Penekanan pada filter moral dalam alokasi dan distribusi sumber daya pada Ekonomi Islam tidak menafikan penting-nya peranan harga dan pasar. Filter moral adalah komplemen mekanisme pasar sehingga alokasi dan distribusi sumber daya dilakukan melalui dua lapis filter.
• Pemerintah dibebankan tugas untuk mengawasi dan memastikan bahwa alokasi dan distribusi sumber daya melalui mekanisme pasar terjadi secara efisien dengan mematuhi semua ketentuan moral sehingga akan mencapai tujuan-tujuan normatif.
• Tujuan ekonomi Islam diturunkan dari tujuan syariah Islam (maqashid syariah) itu sendiri yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat, yang terletak pada perlindungan lima unsur pokok kehidupan manusia: keimanan (dien), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan kekayaan (maal).
Lihat antara lain QS 4: 58, 135; QS 5: 8, 42; QS 6: 152; QS 7: 58; QS 10: 47; QS 11: 58; QS 16: 90; QS 38: 22, 26; QS 42: 15; QS 49: 9; QS 55: 7, 9; QS 57: 25; QS 60: 8.
Ekonomi Islam: Definisi dan Metodologi
• Ilmu Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang membantu mewujudkan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang langka yang sesuai dengan maqashid, tanpa mengekang kebebasan individu secara berlebihan, menimbulkan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi, atau melemahkan keluarga dan solidaritas sosial dan jalinan moral dari masyarakat[1].
• Dengan ruang lingkup analisis yang lebih luas dan tujuan yang lebih sulit, pluralisme metodologi nampak menjadi pilihan yang paling banyak dipilih para ekonom Islam, dengan lebih berfokus pada makna dan tujuan.
• Meskipun demikian, sejumlah langkah perlu diambil untuk menerima atau menolak suatu proposisi atau hipotesis tertentu.
(1) melihat apakah proposisi yang dikemukakan sesuai dengan inti atau struktur logis dari paradigma Islam?
(2) mengevaluasi kebenaran logis dari proposisi melalui analisis rasional.
(3) menguji berbagai proposisi yang diturunkan, sejauh mungkin, terhadap catatan historis dan data statistik yang tersedia bagi masyarakat
Maqashid Syariah
• Menurut Imam Al-Ghazali (w. 505/ 1111), tujuan utama syariah Islam (maqashid syariah) adalah mewujudkan kemaslahatan manusia, yang terletak pada perlindungan terhadap agama (dien), jiwa (nafs), akal (aqal), keturunan (nasl), dan kekayaan (maal). Apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini berarti melindungi kepentingan umum (maslahah) dan dikehendaki.
• Urutan prioritas dalam maqashid ini secara radikal berbeda dari ekonomi konvensional.
• Dalam ekonomi Islam, maqashid ini memiliki peran penting dalam alokasi dan distribusi sumber daya.
Keimanan memberi dampak signifikan terhadap hakikat, kuantitas, dan kualitas kebutuhan material dan non-material manusia beserta cara pemuasannya.
man juga berfungsi sebagai filter moral yang akan mengkontrol self-interest dalam batas-batas social-interest. Filter ini menyerang langsung pusat masalah dalam ekonomi konvensional yaitu klaim yang tidak terbatas terhadap sumber daya (unlimited wants) dengan cara mengubah perilaku manusia dan skala preferensi-nya agar selaras dengan tujuan-tujuan normatif.
Sedangkan jiwa, akal, dan keturunan adalah kebutuhan moral, intelektual, dan psikologis manusia yang sangat penting. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini akan menciptakan pemenuhan yang seimbang terhadap semua kebutuhan hidup manusia dan juga akan berpengaruh signifikan terhadap variabel-variabel ekonomi yang penting seperti konsumsi, tabungan dan investasi, lapangan kerja dan produksi, serta distribusi pendapatan
• Imam Asy-Syatibi (w. 790/1388) membagi maqashid ke dalam tiga tingkatan yaitu dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat.
Dharuriyat adalah landasan kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat yang terletak pada pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan yaitu keimanan, jiwa, akal, keturunan dan harta benda. Pengabaian terhadap maqashid dharuriyat ini akan menimbulkan kerusakan di muka bumi dan kerugian yang nyata di akhirat kelak.
Hajiyat adalah menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur kehidupan menjadi lebih baik.
Tahsiniyat adalah menyempurnakan lima unsur pokok kehidupan.
• Ketiga tingkatan maqashid tersebut memiliki keterkaitan yang erat.
Maqashid dharuriyat adalah dasar bagi maqashid hajiyat dan maqashid tahsiniyat. Kerusakan pada maqashid dharuriyat akan membawa kerusakan pada maqashid hajiyat dan maqashid tahsiniyat.
Namun demikian, pemeliharaan maqashid hajiyat dan maqashid tahsiniyat adalah diperlukan demi memelihara maqashid dharuriyat secara tepat.
Jika terjadi konflik atau pertentangan aMispersepsi Terhadap Sistem Ekonomi Islam
• Sebagian pihak masih sering memandang ekonomi Islam secara skeptis. Ekonomi Islam tampil tidak untuk mengentaskan berbagai permasalahan ekonomi kontemporer, namun dipandang lebih dimotivasi oleh isu politik dan kultural dalam konteks menolak infiltrasi pemikiran Barat dalam masyarakat Islam. Karena lebih bernuansa politis-kultural itulah maka ekonomi Islam dianggap tidak memenuhi koherensi, presisi dan realisme dari kaidah-kaidah Ilmiah.
• Sejak awal kebangkitan-nya hingga kini, karakteristik fundamental ekonomi Islam hanyalah pelarangan riba, dan yang lainnya adalah zakat dan filter moral Islam untuk setiap pengambilan keputusan ekonomi[1]. Karakteristik fundamental ekonomi Islam dianggap tidak realistik, kontradiktif dan keliru yang bersumber dari dua kelemahan metodologis yaitu kegagalan menderivasikan hukum Tuhan pada kerangka ekonomi yang komprehensif dan keengganan melihat bukti-bukti sejarah[2
Sistem Ekonomi Islam
• Sistem ekonomi Islam memiliki bentuk yang jelas dan utuh, dimana sistem berdiri diatas:
Fondasi: (i) sistem finansial non-riba, non-maysir dan non-gharar; (ii) sistem moneter yang stabil berbasis emas-dinar; (iii) sistem fiskal berbasis zakat;
Pilar: (i) sistem alokasi melalui mekanisme pasar dengan pengawasan pasar yang luas dan ketat (hisbah); dan (ii) sistem kepemilikan pribadi, wakaf dan kepemilikan bersama untuk barang-barang yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Atap: (i) sistem insentif moral dan material; dan (ii) sistem tujuan maqashid syariah.
• Pondasi adalah basis bagi sistem agar berjalan dengan adil dan merata.
• Pilar adalah mekanisme utama dalam sistem agar produksi, konsumsi dan distribusi barang dan jasa berjalan efisien.
• Atap adalah panduan bagi sistem agar mampu mencapai tujuan-tujuan normatif
Fondasi Sistem
• Sistem finansial non-riba, non-maysir dan non-gharar
Islam melarang riba namun tidak melarang laba sebagai hasil (return) untuk usaha wirausahawan dan modal finansial.
Islam memiliki dua bentuk utama pengaturan finansial dari bisnis yaitu mudharabah dan musyarakah. Pada transaksi dimana bagi-hasil tidak dapat diaplikasikan, bentuk pembiayaan lain dapat diterapkan seperti qard al-hasanah, bai’ mua’jjal, bai’ salam, ijarah, dan murabahah.
• Sistem moneter berbasis emas-dinar
Dalam Islam, sistem uang yang mendapat dukungan adalah sistem uang yang stabil dan non-inflatoir.
Islam memberi keleluasaan yang luas untuk bentuk uang dan sistem pembayaran-nya, namun menekankan stabilitas dari nilai uang sebagai syarat utama.
• Sistem fiskal berbasis zakat
• istem finansial non-riba, non-maysir dan non-gharar
• Sistem moneter emas-dinar
• Sistem fiskal berbasis zakat
Zakat memiliki fungsi alokasi, distribusi, dan sekaligus stabilisasi dalam perekonomian.
Khums adalah seperlima bagian dari anfal (ghanimah) yang menjadi kekayaan publik (QS 8: 41).
ay’ (QS 59: 7) adalah segala tanggungan yang dibebankan kepada harta kekayaan orang non-Muslim (ahl al-dhimmah) melalui penaklukan damai yang manfaatnya dibagi rata demi kepentingan umum.
Seluruh pendapatan publik yang berkembang dalam sejarah Islam masuk dibawah kategori fay’ seperti jizyah, kharaj dan ushr.
Pilar Sistem
• Sistem alokasi melalui mekanisme pasar dengan pengawasan pasar yang luas dan ketat (hisbah)
Islam mengakui dan menghormati mekanisme pasar sebagai instrument utama dalam alokasi dan distribusi sumber daya, yang terjadi atas dasar kerelaan (QS 4: 29). Namun kekuatan pasar ini harus melewati filter moral terlebih dahulu sehingga permintaan (demand) dan penawaran (supply) pasar yang terbentuk akan konsisten dengan pencapaian tujuan-tujuan normatif.
Lebih jauh lagi, pembentukan harga dan transaksi dalam pasar mendapat pengawasan ketat agar menghasilkan pasar yang bebas distorsi. Dalam Islam, fungsi ini dijalankan oleh institusi hisbah.
• Sistem kepemilikan pribadi, wakaf dan kepemilikan bersama untuk barang-barang yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Secara umum, Islam mengizinkan, menerima, dan menghormati kepemilikan oleh individu, namun tidak secara absolut.
Untuk barang dan jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak (dharuri), Islam menetapkan adanya kepemilikan bersama.
Dalam Islam, individu dapat memberikan harta-nya untuk kepentingan sosial dan dikelola melalui usaha kolektif sukarela tanpa ada keterlibatan atau intervensi pemerintah (wakaf).
Atap Sistem
• Sistem insentif moral dan material
Dorongan ekonomi dalam Islam harus berada dalam kerangka kepentingan sosial.
Islam mendorong individu untuk mengejar kepentingan pribadi mereka di dalam kerangka kepentingan sosial dimana terdapat konflik antara self-interest dan social interest, dengan cara memberi perspektif jangka panjang bagi kepentingan pribadi – menarik kepentingan pribadi melebihi jangka waktu dunia ke akhirat.
• Sistem tujuan maqashid syariah
Tujuan utama syariah Islam (maqashid syariah) adalah mewujudkan kemaslahatan manusia, yang terletak pada perlindungan terhadap agama (dien), jiwa (nafs), akal (aqal), keturunan (nasl), dan kekayaan (maal).
Apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini berarti melindungi kepentingan umum (maslahah) dan dikehendaki.
• ntar aktivitas dari tingkat yang berbeda, maka aktivitas maqashid yang lebih rendah harus dikesampingkan
Baca Selengkapnyah
Sabtu, 20 Februari 2010
SISTEM EKONOMI TRADISIONAL
1. Sistem Ekonomi Tradisional
Sistem ekonomi tradisional merupakan sistem ekonomi yang diterapkan oleh masyarakat tradisional
secara turun temurun dengan hanya mengandalkan alam dan tenaga kerja.
Ciri dari sistem ekonomi tradisional adalah :
1. Teknik produksi dipelajari secara turun temurun dan bersifat sederhana
2. Hanya sedikit menggunakan modal
3. Pertukaran dilakukan dengan sistem barter (barang dengan barang)
4. Belum mengenal pembagian kerja
5. Masih terikat tradisi
6. Tanah sebagai tumpuan kegiatan produksi dan sumber kemakmuran
Sistem ekonomi tradisional memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Tidak terdapat persaingan yang tidak sehat, hubungan antar individu sangat erat
2. Masyarakat merasa sangat aman, karena tidak ada beban berat yang harus dipikul
3. Tidak individualistis
Kelemahan dari sistem ekonomi tradisional adalah :
1. Teknologi yang digunakan masih sangat sederhana, sehingga produktivitas rendah
2. Mutu barang hasil produksi masih rendah
Saat ini sudah tidak ada lagi negara yang menganut sistem ekonomi tradisional, namun di beberapa daerah pelosok, seperti suku badui dalam, sistem ini masih digunakan dalam kehidupan sehari - hari Baca Selengkapnyah
Sistem ekonomi tradisional merupakan sistem ekonomi yang diterapkan oleh masyarakat tradisional
secara turun temurun dengan hanya mengandalkan alam dan tenaga kerja.
Ciri dari sistem ekonomi tradisional adalah :
1. Teknik produksi dipelajari secara turun temurun dan bersifat sederhana
2. Hanya sedikit menggunakan modal
3. Pertukaran dilakukan dengan sistem barter (barang dengan barang)
4. Belum mengenal pembagian kerja
5. Masih terikat tradisi
6. Tanah sebagai tumpuan kegiatan produksi dan sumber kemakmuran
Sistem ekonomi tradisional memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Tidak terdapat persaingan yang tidak sehat, hubungan antar individu sangat erat
2. Masyarakat merasa sangat aman, karena tidak ada beban berat yang harus dipikul
3. Tidak individualistis
Kelemahan dari sistem ekonomi tradisional adalah :
1. Teknologi yang digunakan masih sangat sederhana, sehingga produktivitas rendah
2. Mutu barang hasil produksi masih rendah
Saat ini sudah tidak ada lagi negara yang menganut sistem ekonomi tradisional, namun di beberapa daerah pelosok, seperti suku badui dalam, sistem ini masih digunakan dalam kehidupan sehari - hari Baca Selengkapnyah
Langganan:
Postingan (Atom)